Payung Teduh

Melodi Lintas Akar: Eksplorasi Payung Teduh dalam menyatukan Jazz, Keroncong, dan Folk


Payung Teduh dikenal luas sebagai band yang menggabungkan berbagai elemen musikal dengan sangat natural. Di balik harmoni yang terasa ringan dan hangat itu, terdapat proses panjang dan eksploratif. Dalam wawancara Abdul Aziz Kariko (Aziz Comi) — bassist Payung Teduh yang juga dosen Sastra Inggris di BINUS dan mahasiswa doktoral di Universitas Indonesia, membagikan cerita di balik proses kreatif mereka.

(Abdul Aziz Kariko: Aziz Comi)


Aziz memiliki latar belakang yang unik. Sebelum bergabung dengan Payung Teduh, ia sempat bermain di band metal "Logam Mulia" yang bahkan meraih penghargaan sebagai "Band Metal Terbaik" pada tahun 2024. Namun kini, melalui Payung Teduh, ia membaurkan warna jazz, keroncong, dan folk dalam satu nuansa yang khas


Tumbuhnya Payung Teduh dan Warna Musiknya

Payung Teduh berdiri sekitar tahun 2007. Seiring waktu, Cito bergabung pada 2008 sebagai drummer, lalu Ivan masuk di 2007 sebagai trumpet, guitarlele dan ikut membantu rekaman album pertama serta Mohammad Istiqomah Djamad sebagai vokalis dan gitar pada tahun 2007 sampai 2017, kemudian masuk vokalis Marsya Ditia tahun 2018 sampai 2022, dan Istiqomah Djamad bergabung kembali tahun 2022 hingga sekarang. Album orkestra mereka dirilis pada 2015, dan pada 2017 berkolaborasi dengan KFC sebelum meluncurkan album baru di tahun 2018. Album inilah yang kemudian dianggap banyak orang bernuansa keroncong, meski tetap kental unsur jazz dan folk.

Namun, Aziz menegaskan bahwa kombinasi genre yang mereka hasilkan bukanlah hasil rencana matang. Ia berkata, “Keseimbangan itu muncul sendiri, tergantung bagaimana instrumen mengeluarkan bunyi. Kadang dianggap jazz, kadang keroncong atau folk. Jadi sebenarnya bukan direncanakan, tapi tumbuh dari cara kami memainkan musik.”

Meski begitu, eksplorasi tetap dilakukan dengan sadar. Mereka terbiasa memainkan lagu-lagu pernikahan, sehingga progresi chord seperti mayor 7, minor 7, dan diminished sering muncul secara alami. Dari kebiasaan itulah kemudian karakter musik Payung Teduh terbentuk. Aziz menambahkan, “Sudah terbiasa memainkan berbagai genre, jadi perpindahan chord atau modulasi tidak terasa sulit.”ujarnya


Soal Komposisi, Harmoni, dan Improvisasi


Dalam menciptakan musik lintas genre, tantangan utama justru ada di tahap awal penciptaan lagu. Namun proses kolektif di studio membantu mengatasi kebingungan itu. Aziz, yang belajar kontrabass di Farabi, menjelaskan bahwa pemahamannya terhadap keseimbangan antar instrumen sangat membantunya dalam proses kreatif.

Payung Teduh juga tidak banyak bermain dengan improvisasi seperti halnya band jazz klasik. “Main bass di Payung Teduh tidak terlalu banyak improvisasi. Kami lebih fokus melayani lagu,” jelasnya. Tapi dalam beberapa lagu seperti *Gunung dan Laut*, improvisasi tetap diberi ruang saat tampil live.

Aziz pun tak merasa perlu terlalu memikirkan teori musik global. “Kami tidak terlalu mikir soal teori musik global. Yang penting bikin lagu saja,” katanya ringan. Sikap ini mencerminkan pendekatan musikal Payung Teduh yang organik, dan berangkat dari praktik langsung, bukan dari rumus.


Kontrabass dan Pendekatan Bermain


Sebagai bassist, Aziz memainkan peran penting dalam menjaga ritme dan nuansa lagu. Ia menggunakan teknik pizzicato (petikan), namun dalam lagu "Kerinduan", ia menambahkan teknik arco (gesekan) di akhir lagu untuk menambah kedalaman emosional. Menurutnya, “Intinya adalah melayani kebutuhan lagu. Saya menjaga ritmik dan groove agar lagu tetap terjaga.”

Namun, dalam pertunjukan live, ia kadang menggunakan bass elektrik, terutama jika bermain di luar ruangan demi kualitas suara yang lebih jelas. Meski berpindah medium, prinsip dasarnya tetap sama: mendukung lagu, bukan menonjolkan diri.


Estetika Suara dan Suasana Musik


Musik Payung Teduh sering dianggap hangat dan luas secara ruang. Aziz tidak menampik hal ini, meski mengaku nuansa itu muncul tanpa direncanakan. “Itu konsekuensi dari musik yang kami buat. Kami tidak berniat menciptakan nuansa hangat. Kalau orang merasakan itu, ya silakan.”

Tempo dan time signature dalam lagu mereka juga sangat fleksibel. Tidak ada rumus baku. Semua tergantung pada pencipta lagu dan kebutuhan narasi musikal. Bagi Payung Teduh, struktur justru muncul dari rasa, bukan perhitungan.


Lirik, Inspirasi, dan Evolusi Musik


Dalam hal lirik, Aziz mengungkap bahwa inspirasi datang dari banyak hal: pengalaman pribadi, hingga kebutuhan pentas teater. “Kalau saya di metal, lebih banyak nulis soal sosial, politik, dan lingkungan. Tapi di Payung Teduh, lebih personal,” ujarnya.

Salah satu lagu mereka, "resah", sempat dianggap menyeramkan oleh beberapa pendengar. Aziz tertawa mendengar hal itu. “Itu interpretasi pendengar saja. Kami tidak berpikir sejauh itu, tapi jadi menarik.”

Kini, Payung Teduh beranggotakan empat orang: Abdul Aziz Kariko (bass), Ale (gitar dan vokal) Ivan (drum dan produksi), dan Cito (perkusi). Dengan formasi ini dan pengalaman yang terus berkembang, mereka tetap mempertahankan karakter khas mereka: musik yang mengalir, hangat, dan terbuka untuk interpretasi.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Albanis